Cemas atau rasa takut memang normal terjadi pada
anak usia balita. Itu adalah keadaan alamiah yang membantu seseorang
melindungi dirinya dari suatu bahaya, sekaligus memberi pengalaman baru.
Namun, bukan berarti rasa takut itu boleh dibiarkan. Sebab, rasa takut
itu bisa terus mengendap dan tidak teratasi, sehingga memengaruhi
aktivitas sehari-hari si kecil. Bahkan, bisa berkembang menjadi
ketakutan yang bersifat patologis hingga phobia. ”Seharusnya orangtua
tahu bahwa anak membutuhkan rasa aman dan nyaman. Bila lingkungan malah
membuat anak merasa takut, jangan harap dia akan memperoleh rasa aman
dan nyaman,” tandas Karmila Wardana MPsi, psikolog keluarga dan anak
dari Guntur Starkidz Jakarta kepada Nyata.
Jika suasana takut itu terus dipelihara tanpa
ada perhatian dari orangtua, maka proses belajar dan bermain anak tentu
akan terganggu. Karena itu, segera atasi rasa takut yang dialami anak.
Menurut Karmila, pada dasarnya rasa takut yang kerap dialami anak balita
adalah:
1. Takut Hantu
Rasa takut pada hantu muncul, karena anak sering ditakut-takuti, seperti
’Awas, jangan main di situ, ada hantunya, loh!’. Akibatnya, anak yang
sebetulnya belum mengerti apa itu hantu, jadi takut. Bisa juga karena
nonton film horor di televisi. ”Sekarang kan banyak tayangan yang
menyajikan acara tentang hantu. Bila anak suka nonton acara itu, tanda
sadar ikut memengaruhi kadar takut mereka,” ujar Karmila. Itu bisa
terjadi karena anak mempunyai imajinasif aktif yang dapat membuat
pikirannya jadi bermacam-macam, dan akhirnya menganggap benda-benda
tidak umum jadi menakutkan. Ironisnya, tidak sedikit orangtua yang
menjadikan cerita hantu sebagai ’senjata’ untuk menakut-nakuti anaknya.
Cara mengatasi:
- Jauhkan anak dari tontonan tentang hantu.
- Jangan menakut-nakuti anak hanya karena dia sulit diatur. Sebaiknya cari cara yang lebih bijak, tanpa harus mengusik rasa aman dan nyaman si kecil.
- Belikan buku cerita atau tontonan anak tentang karakter hantu atau penyikir yang baik hati. Misalnya, Casper si hantu baik, atau Harry Potter si penyihir cilik. Dan, ketika nonton, jelaskan bahwa dunia manusia dan hantu itu berbeda.
Cara mengatasi:
- Jauhkan anak dari tontonan tentang hantu.
- Jangan menakut-nakuti anak hanya karena dia sulit diatur. Sebaiknya cari cara yang lebih bijak, tanpa harus mengusik rasa aman dan nyaman si kecil.
- Belikan buku cerita atau tontonan anak tentang karakter hantu atau penyikir yang baik hati. Misalnya, Casper si hantu baik, atau Harry Potter si penyihir cilik. Dan, ketika nonton, jelaskan bahwa dunia manusia dan hantu itu berbeda.
2. Takut Gelap
Takut berada di ruangan gelap memang wajar, karena membuat anak tidak
bisa berbuat apa-apa. Tapi, rasa takut itu juga bisa muncul karena
kesalahan orangtua yang selalu mengatakan dirinya takut pada gelap.
Atau, terjadi karena anak pernah dihukum dengan dikurung di ruang gelap,
sehingga pengalaman pahit itu membekas di benaknya, dan bisa jadi akan
menetap sampai dewasa.
Cara mengatasi:
- Saat tidur malam, jangan biarkan kamar si kecil dalam keadaan gelap gulita. Paling tidak biarkan lampu tidur yang redup tetap menyala.
- Biarkan boneka atau benda kesayangan tetap menemani si kecil, seolah bertindak sebagai penjaga, sehingga membuatnya tidak takut.
Cara mengatasi:
- Saat tidur malam, jangan biarkan kamar si kecil dalam keadaan gelap gulita. Paling tidak biarkan lampu tidur yang redup tetap menyala.
- Biarkan boneka atau benda kesayangan tetap menemani si kecil, seolah bertindak sebagai penjaga, sehingga membuatnya tidak takut.
3. Takut Orang Asing
Di usia awal, anak mau digendong atau dekat dengan siapa saja. Namun,
mulai usia 8-9 bulan, mulai muncul rasa takut pada diri anak terhadap
orang yang belum dikenalnya. Hal itu wajar, karena pada usia itu, anak
mulai mengerti dan mengenal mana orang yang biasa ada di dekatnya dan
mana yang tidak. Sedang mulai usia lima tahun, mulai muncul rasa takut
menghadapi situasi baru dan melihat orang yang tidak dikenalnya. Sebab,
anak mulai bisa merasakan nyaman-tidaknya situasi yang dihadapinya.
”Tapi seiring dengan berjalannya waktu, anak akhirnya dapat menyesuaikan
diri,” ujar Karmila.
Cara mengatasi:
- Berikan penjelasan bahwa tidak semua orang asing atau yang belum dikenalnya merupakan ancaman baginya. ”Di usia batita, rasa takut pada orang asing biasanya akan berangsur hilang, karena anak sudah bereksplorasi,” kata Karmila.
- Jangan menakut-nakuti! Misalnya, dengan mengatakan, ’Awas, jangan dekat-dekat orang yang belum kamu kenal. Nanti diculik, loh!’ Sebab, itu justru akan membuat anak benar-benar takut.
”Boleh-boleh saja orangtua menasihati anak untuk berhati-hati atau bersikap waspada pada orang asing. Tapi yang sewajarnya saja. Bukan dengan cara menakut-nakuti,” tandas Karmila.
- Perkenalkan anak pada berbagai situasi sosial dan lingkungan luar agar anak terbiasa.
- Ajarkan anak belajar menyapa orang lain dengan ramah dan penuh rasa percaya diri. Dengan begitu, ia merasa nyaman berada di lingkungan luar.
Cara mengatasi:
- Berikan penjelasan bahwa tidak semua orang asing atau yang belum dikenalnya merupakan ancaman baginya. ”Di usia batita, rasa takut pada orang asing biasanya akan berangsur hilang, karena anak sudah bereksplorasi,” kata Karmila.
- Jangan menakut-nakuti! Misalnya, dengan mengatakan, ’Awas, jangan dekat-dekat orang yang belum kamu kenal. Nanti diculik, loh!’ Sebab, itu justru akan membuat anak benar-benar takut.
”Boleh-boleh saja orangtua menasihati anak untuk berhati-hati atau bersikap waspada pada orang asing. Tapi yang sewajarnya saja. Bukan dengan cara menakut-nakuti,” tandas Karmila.
- Perkenalkan anak pada berbagai situasi sosial dan lingkungan luar agar anak terbiasa.
- Ajarkan anak belajar menyapa orang lain dengan ramah dan penuh rasa percaya diri. Dengan begitu, ia merasa nyaman berada di lingkungan luar.
Orangtua Harus Kreatif!
Untuk menghilangkan rasa takut yang dialami anak, menurut Karmila, pada dasarnya orangtua harus kreatif, seperti:- Ungkapkan Rasa Takut
Katakan kepada anak bahwa orangtua juga punya rasa takut seperti yang dirasakan anak. Misalnya, bila anak takut kehilangan orangtua ketika diajak ke mal, orangtua pun merasakan hal yang sama. Karena itulah orangtua selalu memerhatikan dan tak mau jauh-jauh dari anak.
- Ciptakan Humor
Jika si kecil takut sekolah, orangtua bisa menceritakan pengalaman lucunya di masa lalu. Misalnya, bersembunyi di belakang kaki nenek saat hari pertama masuk sekolah. Atau, betapa gemetarnya ibu ketika harus maju, menyanyi di depan kelas, tapi kemudian bisa menguasai keadaan karena ibu bersikap santai dan gembira. ”Ceritakan hal itu dengan penuh rasa humor. Soalnya, cerita lucu dapat menghilangkan rasa takut dan juga bila dia bisa belajar tertawa, hal itu bisa mengalahkan rasa takut,” beber Karmila.
(Sumber http://nyata.co.id/bebi)
No comments:
Post a Comment