Setidaknya, ada tiga pemahaman yang berkembang di kalangan umat Islam mengenai hubungan suami istri di malam Jum’at. Pertama, mereka yang meyakini bahwa hubungan suami istri di malam Jum’at adalah sunnah yang mendapat pahala lebih dibandingkan malam-malam lainnya.
Kedua, mereka yang tidak hanya meyakini hubungan suami istri di malam Jum’at adalah sunnah, tetapi juga meyakini pahala yang sangat besar dalam mengerjakannya, yang disetarakan dengan pahala membunuh orang kafir dalam jihad. Sedangkan kelompok ketiga, mereka yang meyakini bahwa hubungan suami istri di malam Jum’at tidak ada bedanya dengan malam lainnya. Tidak termasuk sunnah.
Manakah yang benar diantara ketiganya?
Yang paling mudah dideteksi benar tidaknya adalah pendapat kedua. Para ulama menyatakan pandangan tersebut tertolak karena tidak ada hadits yang bisa dijadikan dalil. Baik secara qath’i (jelas) maupun dhanni (samar). Selain itu, secara akal juga tidak dapat diterima. Bagaimana mungkin jihad yang mengorbankan banyak harta dan beresiko nyawa bisa kalah pahalanya dengan hubungan suami istri.
Berikutnya, pandangan pertama mengenai hubungan suami istri di malam Jum’at merupakan sunnah yang lebih utama dibandingkan malam-malam lainnya didasarkan pada hadits berikut:
مَنْ اغْتَسَلَ يَوْمَ الْجُمُعَةِ وَغَسَّلَ وَبَكَّرَ وَابْتَكَرَ وَدَنَا وَاسْتَمَعَ وَأَنْصَتَ كَانَ لَهُ بِكُلِّ خُطْوَةٍ يَخْطُوهَا أَجْرُ سَنَةٍ صِيَامُهَا وَقِيَامُهَا
Mungkin ada yang bertanya, di mana tersirat hubungan suami istri? Pada riwayat Tirmidzi, setelah hadits itu ada tambahan keterangan dari perawi.
قَالَ مَحْمُودٌ قَالَ وَكِيعٌ اغْتَسَلَ هُوَ وَغَسَّلَ امْرَأَتَهُ
Sedangkan pada riwayat yang lain ada penjelasan bahwa yang dimaksud adalah mandi junub. Sehingga sebagian berpendapat ada jima’ sebelum suami istri mandi. Sehingga kesimpulannya adalah hubungan suami istri di malam Jum’at adalah disunnahkan.
Namun, pendapat ini juga dipersoalkan. Haditsnya memang shahih, kemudian mandi junubnya jelas. Kalaupun hadits tersebut menunjukkan sunnahnya hubungan suami istri, maka yang lebih tepat adalah Jum’at pagi, bukan malam Jum’at.
Abu Umar Basyir dalam bukunya Sutra Ungu memberi jalan tengah: “Di negara yang menerapkan libur pada hari Jum’at, tentu tidak masalah jika seseorang ingin berhubungan seks pada hari itu. Lalu bagaimana di negara yang menetapkan hari Jum’at sama seperti hari-hari kerja lainnya? Bagaimanapun, hukum sunah tetap saja sunah. Jadi itu hanya soal kesempatan melakukannya saja. Jika mampu dilakukan, Insya Allah membawa berkah. Di situlah, manajemen waktu berhubungan seks menjadi perlu diatur. Karena itu bisa saja dilakukan menjelang subuh, atau sesudah shalat Subuh. Tiap pasutri tentu lebih tahu mana saat yang paling tepat.”
Lepas dari apakah malam hubungan suami istri di malam Jum’at sunnah atau sama dengan malam lainnya, sesungguhnya aktifitas suami istri itu berpahala.
وَفِى بُضْعِ أَحَدِكُمْ صَدَقَةٌ. قَالُوا يَا رَسُولَ اللَّهِ أَيَأْتِى أَحَدُنَا شَهْوَتَهُ وَيَكُونُ لَهُ فِيهَا أَجْرٌ قَالَ أَرَأَيْتُمْ لَوْ وَضَعَهَا فِى حَرَامٍ أَكَانَ عَلَيْهِ فِيهَا وِزْرٌ فَكَذَلِكَ إِذَا وَضَعَهَا فِى الْحَلاَلِ كَانَ لَهُ أَجْرٌ
Masya Allah… luar biasa bukan?
(Sumber http://www.bersamadakwah.com)
No comments:
Post a Comment