27.12.14

Bila Anak Takut Disunat

 

Sunat atau khitan bagi anak laki-laki hukumnya wajib. Namun, tak selalu mudah membujuk anak untuk dikhitan. Alasan utama mereka adalah takut merasakan sakitnya disunat.


             Tak ada batasan minimal usia anak laki-laki untuk disunat. Sebagian orangtua telah mengkhitankan anak laki-lakinya sejak bayi. Tapi, kebiasaan dalam masyarakat kita, anak laki-laki baru dikhitan pada usia sekolah dasar. Padahal, justru di usia inilah anak-anak mulai bisa berpikir tentang proses sunat hingga akhirnya merasa takut menghadapinya.

SALAH PERSEPSI
          
Tanpa sadar orangtua atau anggota keluarga yang lain sering menggunakan kata “sunat” sebagai hukuman. Misalnya saja dengan berkata, “Awas ya, kalau nakal nanti Ayah sunat!” Dan perkataan sejenis lainnya yang mengasosiasikan sunat sebagai sebuah hukuman yang menyeramkan. Akibatnya, anak memiliki persepsi yang menakutkan untuk kata sunat atau khitan.

            Kondisi inilah, kata psikolog Eri Vidiyanto, M.Psi, konsultan di Essa Consulting, Jakarta, yang antara lain membuat anak takut disunat. “Anak-anak memandang sunat itu menakutkan karena orangtua memang sudah memosisikan sunat sebagai suatu yang menyeramkan,” ujar Eri. Jadi, ada informasi yang tidak tepat yang sampai ke telinga anak berkaitan dengan sunat.

            Ketakutan anak bisa semakin menjadi ketika sebagian teman atau saudara-saudaranya yang sudah disunat ikut menakut-nakuti lantaran iseng atau usil. Lagi-lagi, anak mendengar informasi yang salah soal khitan.
 
            “Rasa takut itu berasal dari pikiran. Apa yang salah bisa dianggap benar oleh anak. Nah, karena dia sudah punya persepsi yang menakutkan, maka muncullah rasa takut itu. Jadi, yang harus dilakukan orangtua adalah memperbaiki informasi tentang khitan kepada anak,” jelas Eri.

Lalu perlukah membanding-bandingkan anak dengan anak lainnya yang sudah disunat agar ia juga berani melakukan hal yang sama? Menurut Eri, pembandingan ini dampaknya kurang baik karena sering kali kondisi tiap anak berbeda-beda. Anak bisa saja menjawab, misalnya, “Ya, jelaslah, dia, kan, pakai teknik sunat yang mahal.” Ini akhirnya malah menimbulkan masalah baru bagi orangtua.

 “Cukup beri anak pemahaman mengenai apa dan bagaimana khitan itu,” tukas Eri.

Hal pertama yang harus dijelaskan kepada anak adalah tentang kewajiban khitan bagi seorang lelaki Muslim. Mau tak mau, cepat atau lambat, mereka tetap harus menjalani proses khitan juga. Dalam bahasa yang bisa dipahami anak, bisa diterangkan dengan hadits dari Rasulullah saw. Lalu terangkan bahwa khitan berkaitan pula dengan syarat bersuci (thaharah). Melakukan khitan berarti juga melakukan ibadah.

            Lalu, berilah pemahaman bahwa khitan berkaitan dengan kesehatan. Dengan berkhitan, mereka akan jadi lebih bersih dan sehat. Juga akan terhindari dari berbagai penyakit yang mungkin terjadi pada alat kelamin mereka.

            Dengan penjelasan dan informasi yang tepat, pada akhirnya mereka akan menyadari keutamaan khitan bagi diri mereka sendiri. Apalagi, ketika mereka tahu bahwa teman-teman mereka pun sudah banyak yang disunat. Ini bisa mendorong mereka untuk juga segera menjalani perintah agama itu.

BERI IMBALAN
          
Tak bisa dimungkiri, dengan cara apa pun proses khitan tetap menimbulkan rasa sakit, baik pada saat tindakan maupun pada saat proses penyembuhan luka. Banyak orangtua yang mencari cara gampang agar anak mau disunat dengan mengatakan sunat itu tidak sakit. Tentu saja ini tak benar. Anak pun akan merasa dibohongi setelah merasakan sendiri disunat.

             Sebaiknya, kata Eri, orangtua menjelaskan cara-cara atau metode khitan apa saja yang ada sekarang ini kepada anak, seperti bedah laser, smart klamp, dan sebagainya. Setiap metode pasti punya teknik tersendiri untuk meminimalkan rasa sakit. Para dokter atau tenaga medis yang melakukannya pun telah terlatih dan memahami psikologis anak. Jadi, mereka tak perlu terlalu merisaukan rasa sakitnya.

Setelah mengetahui semua metode itu, beri kebebasan pada anak untuk memilih metode yang mereka anggap paling nyaman. Tentu saja selama kondisi ekonomi orangtua memungkinkan. Sebab, semakin canggih metodenya, biayanya pun semakin mahal.

            Nah, untuk memberi motivasi lebih dan merangsang keberanian anak, tak ada salahnya orangtua memberikan reward atau imbalan kepada anak. Dalam masyarakat kita, ada kebiasaan untuk mengadakan perayaan saat anak disunat, bahkan ada yang sampai besar-besaran. Anak juga diberi uang dan bermacam-macam hadiah. Ini adalah sebuah bentuk reward untuk menghibur anak yang baru disunat tadi.

            Sebenarnya tak perlu juga sampai begitu, apalagi bila kondisi keluarga tak memungkinkan. “Berikan saja sesuatu yang anak suka dan bermanfaat baginya. Tak perlu yang muluk-muluk dan mahal,” saran Eri. Yang terpenting, anak merasa mendapat penghargaan atas keberaniannya menjalani proses khitan.

Hilangkan Cemas Si Kecil

Walaupun mengaku siap, adakalanya anak seketika menjadi cemas dan takut sesaat sebelum proses khitan. Untuk mengatasinya, orangtua bisa melakukan hal-hal berikut:
  • Redakan kecemasan anak dengan kembali memberi pemahaman tentang proses khitan yang tak seburuk persepsi anak.
  • Alihkan perhatiannya dengan mengajaknya mengobrol topik lain hingga ketegangannya berkurang atau hilang.
  • Ajak anak berzikir untuk menenangkannya sekaligus memberinya keberanian.
  • Bekerja sama dengan dokter yang akan melakukan khitan untuk menyemangati anak. Dokter yang melakukan khitan biasanya sudah dilatih untuk memengaruhi psikologis anak hingga anak tenang dan tidak merasa takut. 
  • (Sumber http://www.ummi-online.com)

No comments:

Post a Comment

LinkWithin

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...