Meski berparas ayu, Ninih tak malu berdagang di jalanan. Dia tak peduli kulitnya akan menjadi kusam karena sengatan matahari. Dia juga tak risih kala tubuh dibanjiri peluh.
Hari baru lewat tengah malam. Warga Ibukota sudah lelap di peraduan. Namun, di sudut permukiman padat Pejompongan, Jakarta Pusat, sekelompok perempuan muda baru memulai kehidupan. Mereka dengan tangkas mengupas singkong. Juga merajang aneka sayuran. Mengolahnya menjadi getuk dan pecel. Menu dari desa.
Satu di antara para perempuan itu adalah Ninih. Gadis belia asal Indramayu, yang tengah ramai dibincangkan di sosial media. Gadis cantik penjual getuk di Jantung Jakarta.
Bersama sang kakak, Lina, gadis berusia 18 tahun itu juga turut mempersiapkan menu dagangan itu. "Saya bantuin bikin juga, mengupas singkong dan marut kelapa buat dagangan nanti pagi," kata Ninih kepada Dream, Rabu 26 November 2014.
Ninih dan kawan-kawannya beranjak dari kontrakan sempit itu kala hari masih remang-remang tanah. Dia harus sampai di kawasan Kuningan, Jakarta Selatan, sebelum matahari merekah. Sebuah keranjang dijinjing di pinggang. Berisi penuh dagangan yang telah disiapkan sejak tengah malam itu.
"Setelah salat Subuh saya berangkat. Kadang naik ojek, tapi kalau sudah nggak ada, ya naik taksi sama yang lain ramai-ramai," ujar Ninih sambil tersipu.
Ninih dan rombongannya --yang sama-sama datang dari Indramayu, Jawa Barat itu-- menggelar jajanannya di atas sebuah halte bus Transjakarta di Jalan HR Rasuna Said. Di atas jembatan penyeberangan orang itulah mereka membuka `booth`. Menunggu pelanggan yang kebanyakan merupakan pegawai di kawasan perkantoran itu.
Sebelum matahari di atas ubun-ubun, dagangan Ninih biasanya sudah ludes terjual. Bahkan terkadang dia sudah melenggang pulang sebelum pukul 09.00 WIB pagi. Maklum, orang yang lalu-lalang di kawasan Kuningan itu adalah orang-orang sibuk. Mereka tak sempat sarapan. apalagi memersiapkan bekal. Makanan yang dijajakan Ninih dan kawan-kawannya inilah yang menjadi harapan mereka untuk mengganjal perut.
Jika hari libur, Ninih tak berdagang di kawasan perkantoran ini. Dia berpindah lapak. Biasanya berjualan di kawasan Monas, tempat manusia menyemut di hari bebas kerja. Hari Sabtu dan Minggu, Ninih biasa berada di kawasan tugu berpuncak emas itu.
Meski berparas ayu, Ninih tak malu berdagang di jalanan. Dia tak peduli kulitnya akan menjadi kusam karena sengatan matahari. Dia juga tak risih kala tubuh dibanjiri peluh. Yang penting, pundi-pundi uang terus terisi. Masih ada uang untuk makan dan berkulakan bahan jajanan. Syukur-syukur jika ada sisa untuk ditabung. Untuk membantu ekonomi keluarga di kampung.
Sebelum mengadu nasib ke Jakarta, anak ke tiga dari empat bersaudara ini pernah menjadi pelayan warung Tegal di daerah Bekasi. "Tapi nggak lama. Habis itu saya pulang lagi ke kampung," tutur Ninih kala menyiapkan dagangan itu.
Meski demikian, berjualan getuk bukanlah cita-cita gadis lulusan sekolah dasar ini. Ninih merasa masih perlu meningkatkan pendapatan untuk menopang perekonomian keluarga. Sehingga berniat menjadi tenaga kerja Indonesia ke Taiwan. Dan sebuah pabrik plastik di sana telah siap menampungnya.
"Pengen cari pengalaman saja. Nggak mau kalah sama yang lain. Kalau kakak dan temen-temen saya lainnya bisa, kenapa saya nggak. Mau jadi dokter kan nggak bisa. Ingin cari pengalamanlah pokoknya, sekalian bantu orangtua," kata Ninih
(Sumber http://www.dream.co.id)
No comments:
Post a Comment