Komisi kesehatan dan lingkungan WHO telat mengidentifikasi polusi udara di perkotaan sebagai masalah pokok kesehatan lingungan yang patut mendapatkan prioritas utama untuk diatasi. Banyak kota-kota di dunia kini dilanda permasalahan lingungan yaitu memburuknya kualitas udara.
Menurut hasil studi Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) yang bekerjasama dengan Forchungszentrum Julich Jerman, untuk tahun 2001 luas kawasan kritis polusi udara di Pulau Jawa sudah mencapai 17.300 km2, meliputi seluruh kota besar, kota sedang dan sebagian kota kecil. Untuk tahun 2011 diperkirakan mencapai 30.500 km2 dan tahun 2021 diperkirakan mencapai 50.600 km2 (lebih luas dari Propinsi DKI Jakarta, Banten dan Jawa Barat). Hal ini hanya contoh kecil dari kota di dunia yang luas polusi udaranya terus berkembang setiap tahun. Dan ini tentunya sangat membahayakan kesehatan manusia.
Polusi Udara & Kesehatan Kulit
Masalah pencemaran udara dikota-kota besar, sangat dipengaruhi berbagai faktor yaitu, tofografi, kependudukan, iklim dan cuaca serta tingkat atau angka perkembangan sosial ekonomi dan industrialisasi. Jika jumlah penduduk perkotaan semakin meningkat maka mengakibatkan polusi udara yang juga meningkat. Hal ini akan mengarah kepada kebutuhan energi yang lebih besar sehingga menghasilkan pembuangan limbah padat, asap kendaraan bermotor dan asap pabrik yang merusak kualitas udara. Tidak hanya mempengaruhi sistem pernafasan dan pembuluh darah, polusi juga merugikan kesehatan kulit manusia.
Menurut dermatologi asal Beijing, Cina, Prof. Wei Liu, polusi udara mengandung 224 bahan kimia yang bisa merusak kondisi kesehatan kulit. Partikel udara tersebut merusak protein di lapisan kulit bernama keratin yang mengakibatkan sel berhenti untuk beregenerasi. Keratin tersebut berfungsi mencegah sel-sel kulit mengalami kekeringan. Sehingga kulit wajah akan terlihat kusam, timbul jerawat serta flek hitam dan juga kehilangan kadar air yang menimbulkan kerut dan garis halus.
(Sumber Femina)
No comments:
Post a Comment