Siapa yang tak tergiur hasil investasi berlipat dalam berbisnis?
Siapa yang tak tergiur hasil investasi berlipat dalam berbisnis? Sehebat apapun produk keuangan tidak akan dapat menyamai kemungkinan keuntungan yang dapat Anda cetak dalam sektor riil.Masalahnya sekarang, dari seratus bisnis yang dimulai hari ini, barangkali hanya dua yang masih akan bertahan dua tahun dari sekarang.
Mengapa begitu?
Sebagian faktor penentu keberhasilan bisnis adalah sektor dari bisnis itu sendiri. Namun tak dapat dipungkiri bahwa ada juga faktor internal dari suatu bisnis yang akan menentukan hidup matinya sebuah bisnis. Salah satunya adalah faktor perencanaan keuangan dalam berbisnis.Jika Anda ingin berbisnis, tentu ide bisnis ini akan muncul dari lingkungan sekitar Anda. Mungkin Anda bisa memulai dari sebuah hobi, atau dari sebuah perkumpulan yang memiliki minat sama. Nah karena bisnis ini dimulai kecil-kecilan, seringkali kita akan melupakan pengelolaan yang profesional atas keuangan bisnis ini.
Ada dua ”aturan main” sederhana pada saat menjalankan sebuah bisnis. Aturan main ini sederhana dan dapat diterapkan pada bisnis rumahan hingga bisnis besar berbentuk korporasi.
Aturan Pertama : Pisahkan Keuangan Bisnis dengan Keuangan Pribadi
Pastikan Anda memisahkan Keuangan Bisnis dengan Keuangan Pribadi. Ketika bisnis Anda masih ”kecil”, mungkin saja Anda akan menganggap sepele aturan main yang pertama ini.Contoh yang mudah adalah sebagai berikut. Jika Anda memiliki usaha catering, usaha ini mungkin akan dimulai dari dapur Anda sendiri. Anda sudah seharusnya memperhitungkan besarnya beban usaha catering ini terhadap keuangan keluarga. Ada biaya-biaya yang seharusnya dibayarkan oleh usaha catering ini seperti : biaya gas, listrik, transportasi pengantaran dan lain-lain.
Mungkin pada awal usaha, biaya-biaya ini tidak terlalu besar sehingga tidak mengganggu keuangan keluarga Anda. Namun bahaya, ketika beban biaya ini tidak diperhitungkan, maka keuntungan yang ada pada usaha catering ini tidak riil atau tidak sesuai dengan perhitungan yang sesungguhnya. Sehingga bisa saja usaha catering ini ’terlihat memiliki keuntungan’ padahal usaha ini diam-diam jadi benalu pada keuangan pribadi Anda.
Aturan Kedua : Biasakan Mengambil Gaji dari Bisnis
Ada perbedaan yang mendasar dari ”berbisnis” dengan ”berdagang”. Ayo kita bandingkan dua cerita berikut ini.
Ada dua orang Ibu, Ira dan Maya sama-sama memiliki usaha jual beli pakaian wanita. Keduanya sama-sama memiliki modal awal sebesar Rp 10 juta. Keduanya pun sama-sama mengambil barang dari Pasar Tanah Abang.
Ira menghabiskan Rp 8 juta untuk membeli barang dagangannya. Ia kemudian menjual pakaian wanita tersebut di kantor tempatnya bekerja dang memasang margin 50%. Maka jika ia berhasil menjual semua barang dagangannya, ia akan menerima uang sebesar Rp 12 juta. Dari hasil berdagangnya ini, Ia merasa mendapatkan keuntungan sebesar Rp 4 juta dan mengambil Rp 4 juta ini untuk keperluan sehari-harinya. Inilah yang disebut ”berdagang”. Alhasil, dana yang sekarang dimiliki oleh Anda Ira adalah sebesar Rp 10 juta – kembali seperti semula.
Sementara itu, Maya menerapkan sistem yang sedikit berbeda. Ia ingin dapat menjual belikan lebih banyak pakaian dari waktu ke waktu. Ia juga menghabiskan Rp 8 juta untuk membeli barang dan menerapkan margin 50% dari barang dagangannya. Sehingga jika Ia dapat menjual seluruh stok pakaian wanita yang ada, maka Ia akan menerima uang sebesar Rp 12 juta. Perbedaannya di sini adalah Anda Maya tidak mengambil keuntungan Rp 4 juta yang dihasilkan usahanya ini. Anda Maya mengambil ”komisi penjualan” sebesar Rp 2 juta dan membiarkan Rp 2 juta sisanya sebagai ”retained profit”. Retained profit atau keuntungan yang diputarkan kembali ke dalam bisnis inilah yang kemudian digunakan untuk ekspansi bisnis. Sekarang Ia memiliki uang sebesar Rp 12 juta yang dapat ia gunakan untuk membeli lebih banyak pakaian untuk diperdagangkan.
Sekilas mungkin Anda merasa ”apa sih bedanya Rp 2 juta”? Bayangkan jika usaha ini skalanya sudah lebih besar. Rp 2 juta pada cerita di atas bisa menjadi Rp 20 juta atau Rp 200 juta.
No comments:
Post a Comment