26.11.14

Suami Bergaji Besar, Masih Perlukah Istri Bekerja?



Pagi-pagi sambil menunggu pak sayur datang kita lirik ulasan sedikit ini yuks Bunda...hehe.. 
Perdebatan mengenai positif-negatif ibu bekerja sepertinya akan selalu ada. Keputusan apapun yang kita ambil sebagai seorang perempuan yang memiliki anak dan suami, akan selalu menarik orang untuk berkomentar. Baik komentar yang melambungkan hidung, maupun yang memerahkan telinga.
Beberapa hari lalu saat makan siang dengan rekan kantor, saya agak sulit menelan. Bukan apa-apa, saat asik makan tiba-tiba teman kantor ada yang melontarkan kalimat. “Hadeeeh apalagi yang dicari sama si (nama teman kantor), suaminya padahal sudah mapan lho. Kerja di …. (salah satu instansi milik pemerintah, meski statusnya swasta), gajinya besar tuh. Ngapain lagi ya kerja, sampai ngorbanin anak dan bela-belain pergi-pulang kantor lumayan jauh.”
Saya tidak merespon, namun dalam hati menjawab sambil melirik dua rekan tersebut yang juga dua orang ibu bekerja. “Lho, kalian berdua ngapain kerja sampai ngorbanin anak?”. Sebagai informasi, teman yang satu anaknya sudah tiga, dan tiga-tiganya tidak diasuh sendiri, namun diasuh oleh mertuanya. Sementara teman yang satu lagi merupakan ibu dua anak. Saat anaknya masih kecil dititipkan di daycare. Sekarang anaknya sudah besar, yang satu kelas III SD, dan yang satu masih TK. Usai sekolah mereka dibiarkan tinggal di rumah tanpa pengawasan. Mungkin terkadang diawasi sang ayah juga saat tidak ada kegiatan diluar rumah.
Terus seolah bisa membaca pikiran saya, salah satu rekan saya itu menjawab, “Kalau kami sih karena suami tidak kerja tetap ya, jadi ya harus kerja. Kalau suami sudah kerja tetap dan mapan, buat apalagi kerja, mending di rumah ngurus anak.”
Hohoho…. Dua rekan itu punya alasan untuk membela diri. Mereka lupa mungkin rekan-rekan kerja yang mereka hakimi itu juga memiliki alasan yang cukup kuat mengapa tetap memilih bekerja meski suami memiliki penghasilan yang cukup melimpah.
Mungkin untuk eksistensi diri, mengembangkan diri, memanfaatkan ilmu yang didapat saat kuliah. Toh ukuran jauh bagi orang Batam sebenarnya sangat dekat bagi masyarakat kota lain. Umumnya orang Batam menganggap perjalanan 30 s/d 45 menit saja dibilang sangat jauh karena saking dekatnya antara satu lokasi dengan lokasi lain. Padahal orang Bogor biasa menempuh perjalanan yang lebih dari itu ke tempat kerja, karena sebagian ada yang bekerja di Jakarta dan sekitarnya.
Selain itu, besar tidaknya gaji sangat tergantung siapa yang menilai. Bagi dua rekan kerja itu mungkin gaji suami si rekan yang diceritakan cukup besar, namun bagi rekan yang diceritakan itu mungkin biasa saja, bahkan pas-pasan. Kita tidak tahu kan pengeluaran per bulan mereka berapa? Cicilan apa yang harus mereka bayar setiap bulan?
Mungkin mereka sedang giat mengumpulkan tabungan untuk pendidikan anak di masa depan. Bisa jadi mereka juga harus mengumpulkan uang untuk keperluan lain, misalkan membantu orang tua dengan mengirimkan dana setiap bulan.
Terkadang kita hanya melihat sisi terluar dari seseorang. Terkadang kita merasa hidup seseorang lebih baik. Padahal kita tidak tahu kan bagaimana mereka berjuang di balik itu untuk tetap berdiri tegak sesuai dengan harapan dan rencana yang sudah mereka susun.
Satu-dua dari rekan kerja yang dibahas tersebut memang ada yang sampai rela menitipkan anak mereka ke mertua-orangtua yang berbeda kota. Ada yang dititip di Jogyakarta ada juga yang di titip di Jakarta. Alasannya karena tidak ada yang jaga. Cari ART di Batam memang agak susah. Terkait itu saya no comment, namun mereka pasti punya alasan yang sangat kuat mengapa sampai berhati besar rela berjauhan dengan buah hati mereka.
Perbincangan tersebut sedikit banyak memang agak menohok saya juga. Suami saya bekerja di salah satu instansi pemerintah yang untuk sebagian orang Batam dianggap memiliki gaji yang lumayan besar. Beberapa memang ada yang suka iseng nanya, ngapain kerja lagi kalau suami sudah kerja di instansi itu.
Hohoho tidak tahu mereka berapa gaji suami saya tiap bulan, dan berapa pengeluaran yang harus kami penuhi. Terkadang seseorang memang selalu melihat rumput tetangga lebih hijau. Padahal bisa saja kan suami-suami mereka memiliki penghasilan yang lebih besar dari rekan-rekan yang sedang dibahas, meski suami mereka tidak memiliki pekerjaan tetap. Tidak pernah bertanya dan mendapat informasi valid kan, gaji suami-suami rekan-rekan kerja yang diceritakan itu berapa?
Yuk, ah nikmati hidup kita sendiri dan jangan kepo dengan hidup orang lain. Apapun keputusan yang sudah seseorang pilih, pasti merupakan keputusan terbaik yang sudah dipikirkan secara matang. Tidak adil rasanya bila kita hakimi sementara kita hanya tahu sebagian sisi dari mereka, bukan secara keseluruhan.(Sumberhttp://kesehatan.kompasiana.com)

No comments:

Post a Comment

LinkWithin

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...