Pagi-pagi sambil menunggu pak sayur datang kita lirik ulasan sedikit ini yuks Bunda...hehe..
Perdebatan
mengenai positif-negatif ibu bekerja sepertinya akan selalu ada.
Keputusan apapun yang kita ambil sebagai seorang perempuan yang memiliki
anak dan suami, akan selalu menarik orang untuk berkomentar. Baik
komentar yang melambungkan hidung, maupun yang memerahkan telinga.
Beberapa
hari lalu saat makan siang dengan rekan kantor, saya agak sulit
menelan. Bukan apa-apa, saat asik makan tiba-tiba teman kantor ada yang
melontarkan kalimat. “Hadeeeh apalagi yang dicari sama si (nama teman
kantor), suaminya padahal sudah mapan lho. Kerja di …. (salah satu
instansi milik pemerintah, meski statusnya swasta), gajinya besar tuh.
Ngapain lagi ya kerja, sampai ngorbanin anak dan bela-belain
pergi-pulang kantor lumayan jauh.”
Saya
tidak merespon, namun dalam hati menjawab sambil melirik dua rekan
tersebut yang juga dua orang ibu bekerja. “Lho, kalian berdua ngapain
kerja sampai ngorbanin anak?”. Sebagai informasi, teman yang satu
anaknya sudah tiga, dan tiga-tiganya tidak diasuh sendiri, namun diasuh
oleh mertuanya. Sementara teman yang satu lagi merupakan ibu dua anak.
Saat anaknya masih kecil dititipkan di daycare. Sekarang anaknya sudah
besar, yang satu kelas III SD, dan yang satu masih TK. Usai sekolah
mereka dibiarkan tinggal di rumah tanpa pengawasan. Mungkin terkadang
diawasi sang ayah juga saat tidak ada kegiatan diluar rumah.
Terus
seolah bisa membaca pikiran saya, salah satu rekan saya itu menjawab,
“Kalau kami sih karena suami tidak kerja tetap ya, jadi ya harus kerja.
Kalau suami sudah kerja tetap dan mapan, buat apalagi kerja, mending di
rumah ngurus anak.”
Hohoho….
Dua rekan itu punya alasan untuk membela diri. Mereka lupa mungkin
rekan-rekan kerja yang mereka hakimi itu juga memiliki alasan yang cukup
kuat mengapa tetap memilih bekerja meski suami memiliki penghasilan
yang cukup melimpah.
Mungkin
untuk eksistensi diri, mengembangkan diri, memanfaatkan ilmu yang
didapat saat kuliah. Toh ukuran jauh bagi orang Batam sebenarnya sangat
dekat bagi masyarakat kota lain. Umumnya orang Batam menganggap
perjalanan 30 s/d 45 menit saja dibilang sangat jauh karena saking
dekatnya antara satu lokasi dengan lokasi lain. Padahal orang Bogor
biasa menempuh perjalanan yang lebih dari itu ke tempat kerja, karena
sebagian ada yang bekerja di Jakarta dan sekitarnya.
Selain
itu, besar tidaknya gaji sangat tergantung siapa yang menilai. Bagi dua
rekan kerja itu mungkin gaji suami si rekan yang diceritakan cukup
besar, namun bagi rekan yang diceritakan itu mungkin biasa saja, bahkan
pas-pasan. Kita tidak tahu kan pengeluaran per bulan mereka berapa?
Cicilan apa yang harus mereka bayar setiap bulan?
Mungkin
mereka sedang giat mengumpulkan tabungan untuk pendidikan anak di masa
depan. Bisa jadi mereka juga harus mengumpulkan uang untuk keperluan
lain, misalkan membantu orang tua dengan mengirimkan dana setiap bulan.
Terkadang
kita hanya melihat sisi terluar dari seseorang. Terkadang kita merasa
hidup seseorang lebih baik. Padahal kita tidak tahu kan bagaimana mereka
berjuang di balik itu untuk tetap berdiri tegak sesuai dengan harapan
dan rencana yang sudah mereka susun.
Satu-dua
dari rekan kerja yang dibahas tersebut memang ada yang sampai rela
menitipkan anak mereka ke mertua-orangtua yang berbeda kota. Ada yang
dititip di Jogyakarta ada juga yang di titip di Jakarta. Alasannya
karena tidak ada yang jaga. Cari ART di Batam memang agak susah. Terkait
itu saya no comment, namun mereka pasti punya alasan yang sangat kuat
mengapa sampai berhati besar rela berjauhan dengan buah hati mereka.
Perbincangan
tersebut sedikit banyak memang agak menohok saya juga. Suami saya
bekerja di salah satu instansi pemerintah yang untuk sebagian orang
Batam dianggap memiliki gaji yang lumayan besar. Beberapa memang ada
yang suka iseng nanya, ngapain kerja lagi kalau suami sudah kerja di
instansi itu.
Hohoho
tidak tahu mereka berapa gaji suami saya tiap bulan, dan berapa
pengeluaran yang harus kami penuhi. Terkadang seseorang memang selalu
melihat rumput tetangga lebih hijau. Padahal bisa saja kan suami-suami
mereka memiliki penghasilan yang lebih besar dari rekan-rekan yang
sedang dibahas, meski suami mereka tidak memiliki pekerjaan tetap. Tidak
pernah bertanya dan mendapat informasi valid kan, gaji suami-suami
rekan-rekan kerja yang diceritakan itu berapa?
No comments:
Post a Comment